18 Desember 2008

Dari Nusantara ke Indonesia

Dari Nusantara ke Indonesia

Oleh : Agung Nugroho

Bangsa-Bangsa Dunia Menyebut Tanah Air

Kepulauan tanah air kita telah dikenal sejak jaman purba, banyak terdapat dalam catatan kuno bangsa-bangsa di dunia. Bangsa Tionghoa misalnya menyebut tanah air kita dengan Nan-Ha (Kepulauan Laut Selatan). Demikian juga dalam catatan kuno bangsa India, dimana nusantara
disebut dengan Dwipantara (Kepulauan Tanah seberang) yang berasal dari sangsekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang), hal ini dapat dibuktikan lewat kisah Ramaya karya pujangga Walmiki yang menceritakan pencarian terhadap Sinta istri Rama yang diculik Rahwana sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatera sekarang) yang terletak di kepulauan Dwipantara.

Sementara bangsa Arab menyebut tanah air kita dengan sebutan Jaza’ir Al-Jawi (Kepulauan Jawi) dimana kata ini diambil dari kata luban jawi (kemenyan jawa), dimana bangsa Arab mengenal kemenyan berasal dari pohon styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Orang
Arab kuno menganggap bahwa sumatera yang dalam bahasa Arab dikenal dengan Samathrah adalah jawa, bahkan juga Sulawesi (Sholibis), Sunda (Sundah) adalah Jawa, biasanya orang Arab
menyebut dengan Kulluh Jawi (Semuanya Jawa). Bahkan sampai hari ini masih ada orang Arab yang menyebut jamaah haji Indonesia dengan sebutan “Jawa”.

Bangsa-bangsa Eropa pada jaman dahulu menganggap bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Sementara daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan
daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sementara mereka menyebut tanah air dengan “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai
adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).

Belanda pada saat menjajah tanah air menyebutkan tanah jajahan mereka dengan Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan Jepang menyebutnya dengan istilah To-Indo (Hindia Timur).

Dari Nusantara Menjadi Indonesia

Penggunaan nama Nusantara

Penggunaan nama Nusantara untuk menyebut tanah air kita pertama kali adalah Majapahit. Dimana nama Nusantara disebut dalam naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Dimana Nusantara dalam konsepsi kerajaan Majapahit dimaksudkan kepada pulau-pulau
diluar Jawa, sesuai dengan bahasa Sansekerta yang digunakan saat itu dimana Nusa yang berarti pula, dan Antara yang berarti luar atau seberang. Nama Nusantara semakin dikenal lewat sumpah palapa patih Gajah Mada yang tertulis : “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).

Barulah pada tahun 1920-an Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli) memperkenalkan nama memperkenalkan nama
untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama tersebut adalah Nusantara, yang juga mengambil konsepsi Nusantaranya Majapahit. Namun oleh Dr. Setiabudi
diberi pengertian yang nasionalistis, dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudera”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern. Dan istilah dari beliaulah nama Nusantar a dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternative dari nama Hindia Belanda.

Untuk sekedar menambah pengingatan kita, maka dapat kita lihat perbedaan antara Konsepsi Majapahit dan Dr. Setiabudi mengenai Nusantara. Konsepsi Majapahit, yang dimaksud Nusantara adalah pulau-pulau diluar Jawa, sementara Dr. Setiabudi yang dimaksud Nusantara adalah seluruh pulau-pulau yang terletak diantara dua benua dan dua samudera yang
didalamnya termasuk Jawa.

Selain Nusantara, sebenarnya pernah ada nama lain untuk menyebut tanah air kita, yaitu Insulinde yang berarti pulau, asal kata dari bahasa latin. Namun nama Insulinde ini kurang populer. Pencetusnya adalah Eduard Douwes Dekker (1820-1887).

Penggunaan Nama Indonesia

Kata Indonesia pertama kali dicetuskan oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh yang mengelola sebuah majalah ilmiah tahunan yaitu Journal Indian Archpelago and Eastren Asia (JIAEA) pada tahun 1847. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi Inggris George Samuel Windsor Earl (1813-1865) menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume iv tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On The Leading Characteristics Of The Papua, Australian And Malay-Polynesian Nations. Ia menegaskan dalam artikel tersebut sudah saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu
untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidakla tepat
dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan
nama : Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada
halaman 71 artikelnya tertulis : “...the inhabitants of the indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians”.

Ia sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (srilanka) dan Maldives (Maladewa). Earl berpendapat
juga bahwa bahasa Melayu dipakai diseluruh kepulauan ini. Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Logan lah yang pertama kali menciptakan kata Indonesia, masih dalam volume yang sama dalam JIAEA pada halaman 252-347, ia menulis artikel The Ethnology Of The Indian Archipelago. Ia sama dengan Earl yang beranggapan bahwa perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air, menurutnya istilah India Archipelago terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut
nama Indunesia yang tidak dipakai oleh Earl, namun olehnya huruf u diganti dengan huruf o agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah istilah Indonesia.

Inilah untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul dalam dunia, dalam artikel tersebut Logan menulis : “Mr. Earl suggest the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonim for the Indian Islands or the Indian Archipelago”.

Namun ada pula pendapat lain bahwa yang pertama kali menciptakan kata Indonesia adalah Adlof Bastian (1826-1905). Hal ini dikarenakan ia menerbitkan buku Indonesien oder des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, dimana buku tersebut memuat hasil penelitiannya
ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 – 1880. Dengan terbitnya buku tersebut banyak kalangan sarjana Belanda yang menganggap Bastian lah yang menemukan kata Indonesia, hal ini dapat dilihat dalam Encyclopedie van Nederlandsh-Indie tahun 1918.

Sementara untuk kalangan bumi putera, orang yang petama kali menggunakan istilah Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika ia dibuang ke negeri Belanda
tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-Bureau. Sejak saat itulah nama Indonesia semakin populer untuk menggantikan nama Hindia-Belanda, pada
1917 prof Cornelis Van Vollenhoven juga memperkenalkan kata Indonesisch sebagai
pengganti Indisch dan inlander (pribumi) diganti dengan indonesier (orang Indonesia).

Dengan semakin populernya sebutan Indonesia membuat Belanda mulai curiga dan mewaspadai terhadap pemakaian kata cipataan Logan itu. Hal ini disebabkan sejak 1920-an banyak tokoh-tokoh gerakan kemerdekaan menggunakan nama Indonesia. 1922, di negeri Belanda sebuah organisasi yang terbentuk dari tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging
berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia, bahkan nma majalah mereka pun ikut berubah dari Hindia Poetra berganti menjadi Indonesia Merdeka. Ditanah air Dr. Soetomo mendirikan Indonessische Studie Club pada tahun 1924. Pada tahun
itu juga PKH (Perserikatan Komunis Hindia) berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia, pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij
(Natipij). Akhirnya secara nasional nama Indonesia digunakan untuk menyebut tanah air yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 pada sumpah pemuda.

Perjuangan untuk mengantikan nama Hindia Belanda menjadi Indonesia, pernah dilakukan oleh tiga orang anggota Volksraad pada tahun 1939 yaitu : MH. Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan
Sutardjo Kartohadikusumo. Dimana mereka mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama Indonesia diresmikan sebagai pengganti nama Hindia Belanda, namun Belanda menolak mosi tersebut.

Barulah pada tahun 1942 tepatnya 8 Maret 1942 bertepatan dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang, nama Hindia Belanda lenyap dan pada tanggal 17 agustus 1945 lahirlah Republik Indonesia.