02 Januari 2009

Batik dan Keseharian Masyarakat

“Tak selamanya tradisonal itu adalah sesuatu hal yang kuno.”

Hantaman budaya barat telah semakin menggila. Telah memasuki hampir semua sendi-sendi dalam masyarakat. Soal norma-norma dalam bermasyarakat, soal gaya hidup, soal ilmu pengetahuan bahkan sampai makanan pun mampu disusupi oleh budaya barat. Dan gaya orang dalam berpakaian tak luput menjadi sasaran. Orang akan dikatakan ketinggalan zaman jika tidak mengikuti tren pakaian yang sedang berkembang saat ini, dan orang juga akan merasa malu jika tidak mampu mengikuti tren yang ada.

Ini adalah satu problematika yang nyata didalam masyarakat kita. Satu karakter masyarakat yang terlalu mudah terbawa oleh arus. Pertanyaanya adalah, dimana posisi batik saat ini ditengah mode masyarakat yang cenderung kebarat-baratan. Ketika orang lebih senang menggunakan kemeja atau jas ketika dalam dunia kerja.

Saat orang hendak berjalan-jalan sore, mereka lebih senang menggunakan T-Shirt sebagai penutup tubuh. Kenapa mereka tidak menggunakan batik saat bekerja, atau menggunakan kaos dengan motif batik sebagai keseharian mereka? Sudah saatnya batik tidak berdiri sendiri sebagai sebuah seni atau kerajinan.

Bagaimana dia juga harus behubungan atau beradaptasi dengan perkembangan zaman. Bukan hanya soal motif atau corak saja yang harus terus berubah-ubah mengikuti satu permintaan konsumen. Adalah inovasi demi inovasi yang harus berkembang. Bagaimana batik dapat dilukis diatas kain Catton dan tidak hanya diatas selendang atau sarung. Tentunya dengan permainan warna yang mencirikan sebuah suasana santai, sehinga anak-anak muda dapat menggunakanya dalam keseharian mereka.

Saat berjalan-jalan ke mall, saat pergi ke kampus, atau saat sedang berkumpul-kumpul sambil bermain gitar. Karena tak dapat dipungkiri, bahwa konsumsi pakaian paling besar saat ini hadir dari kalangan muda. Seperti kritik diatas, dimana batik hanya menjadi pakaianya orang dewasa. Maka batik harus mampu menjamah kalangan muda, jika ingin dapat bersaing ketat dengan gaya atau mode pakaian lain.

Dinegara negeri Jiran, Malaysia. Pemerintahnya telah mengeluarkan sebuah keputusan bagi para pegawai negri, untuk menggunakan pakaian batik buatan Malaysia pada hari pertama dan hari ke-15 pada tiap bulanya. Sebagai bentuk kongkrit dalam pengembangan dan pembangunan industri batik, karena batik bagi mereka adalah salah satu warisan dan identitas bangsa yang perlu dilestarikan.

Bukan sebuah langkah buruk, jika hal tersebut diterapkan di Indonesia. Bahkan bisa juga dengan langkah yang lebih extrem, dan tidak diskriminatif. Langkah tersebut diatas juga dapat diberlakukan bagi para pekerja swasta. Jika merokok saja ada aturanya, lalu kenapa tidak dengan berpakaian batik. Memang terlihat seperti sebuah bentuk pemaksaan, namun cara ini dapat membuat orang menjadi terbiasa dengan baju batik.Jika kita dapat memenuhi point diatas maka batik akan mampu membongkar image, bahwa batik hanya menjadi konsumsi orang-orang tertentu dan dalam agenda tertentu.

Memang tidak cukup hanya dengan waktu satu atau dua tahun saja, untuk dapat membudayakan pakaian batik sebagai bagaian dari keseharian masyarakat. Dan batik sebagai bagaian dari keseharian masyarakat adalah kata kunci bagaimana memasyarakatkan batik. Dengan demikian maka secara linier, industri batik akan berkembang pesat, tingkat kesejahteraan para pengrajin batik akan bertambah, kas negara akan mendapatkan tambahan pemasukan dan batik akan menjadi semakin populer disemua kalangan.

Seni Membatik dan Dunia Pendidikan

Memperkenalkan batik dari usia dini tak boleh dilupan sebagai bagian dari strategi memasyarakatkan batik. Dan sekolah adalah media yang tepat untuk mendoktrinkan batik kepada para siswa sejak dini.

Maka seni membatik pun harus bisa masuk kedalam materi pendidikan di sekolah. Misalkan dalam mata pelajaran ketrampilan dan kesenian, jangan siswa hanya diajarkan untuk membuat kue atau bernyanyi saja. Tapi juga diajarkan tentang batik. Mulai dari sejarahnya maka siswa akan mendapatkan pengetahuan sejarah yang lebih luas. Diajarkan tentang makna batik sebagai identitas bangsa, maka siswa akan mendapatkan esensi dari seni batik. Hingga pada tekhnik pembuatanya.

Dengan berpraktek dalam pembuatan batik, maka siswa akan belajar berkreasi sehingga dapat menopang daya kreatifitas mereka. Penanaman pemahaman mengenai batik sejak dini menjadi sangat penting artinya, jika ingin menjadikan batik sebagai bagian dai budaya bangsa. Karena jika hal ini tidak dilakukan, maka niscaya batik tidak akan akrab dengan bangsa ini.

LIhat saja hegemoni budaya luar sudah masuk dan menggerogoti di hampir setiap lini kehidupan dan pergaulan. Mereka masuk melalui media entertainment, bahkan juga lewat jalur-jalur pendidikan seperti, tempat-tempat kursus bahasa, musik, dan lain-lain. Peran Pemerintah dan Masyarakat Pecinta BatikDisini, peran pemerintah sangatlah vital dalam memasyarakatkan batik. Karena jika batik dibiarkan menjadi pekerjaan industri atau swasta, maka yang akan menonjol hanyalah sisi komersialnya saja.

Karena ranah regulasi dan juga pendidikan adalah sebuah wilayah yang hanya bisa dijangkau oleh pemerintah. Begitu juga ketika ingin mempromosikan batik Indonesia ke dunia luar, dengan mudah tentunya pemerintah dapat melakukan itu. Tinggal bagaimana tindakan kongkrit pemerintah dalam memasyarakatkan batik.

Apakah akan mengulang metode dan strategi lama, serta membiarkan batik hanya menjadi milik kalangan tertentu saja. Atau berani membuat terobosan-terobosan baru dalam memasyarakatkan batik. Tentunya juga diimbangi dengan desakan atau dorongan dari kalangan masyarakat pecinta batik kepada pemerintah agar lebih memperhatikan kesenian batik. Sehingga semangat dan pesona yang terkandung dalam batik dapat mengidentitaskan bangsa Indonesia.